Ingin Hebat? Jadilah Pelayan

“Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu (dan yang terbesar), hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”

Kutipan di atas paradoksal, namun benar belaka. Di tengah aneka perlombaan untuk menjadi yg paling benar, paling hebat, paling kuasa, paling kaya – batu uji yang sesungguhnya bukanlah kemilau dan kilap luaran, melainkan dimensi batiniah yang kaya.
Dalam konteks kepemimpinan, ini sering disebut model servant leadership (pemimpin pelayan). Mirip gembala yang baik: mengasuh hewan ternaknya dg penuh kasih dan tanggung jawab.
Ki Hadjar Dewantara menyebutnya Tut Wuri Handayani, di belakang memberi dukungan. Ing Madya Mangun Karsa, di tengah membangun kehendak. Dan tentu Ing Ngarsa Sung Tulada, di depan mesti menjadi teladan.
Para bapak dan ibu bangsa amat menyadari itu. Mereka kerap bertikai hebat untuk hal2 penting dan mendasar. Pijakannya pun jelas: wawasan luas, bacaan mendalam, dan keterlibatan total. Pengutamaan pada kepentingan publik mutlak menjadi motif tindakan. Tak pernah terdengar menjadikan liyan sekadar sebagai alat. Hebatnya, semua bersatu ketika menghadapi tantangan dan visi bersama.
Ada pepatah Latin yg menggambarkan itu dg baik:
In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas.
Untuk hal2 prinsip bersatu, kebebasan untuk hal2 yang masih meragukan, dan atas semuanya dilambari kasih.
Di tengah situasi hidup yg atomistik, penuh anomie, getir dan mencemaskan – kehadiran orang yang sanggup melayani menjadi keniscayaan. Di samping itu, kesanggupan untuk berbagi harapan dengan mereka yang lemah, miskin, terpinggirkan adalah tuntutan bagi siapapun yang mendaku sebagai yang paling benar, hebat, kuat kuasa.
Selamat berhari Minggu.
Salam hangat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *