Tentang Kasih, Adil, dan Kesalehan Sosial

Hari ini saya mendengarkan bacaan yang dahsyat. Tentang dua hukum utama:
1) Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, segenap jiwamu, dan segenap akal budimu.
2) Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Implementasi praktis:
Kasihilah janda dan anak yatim. Mereka simbol manusia lemah yang harus ditolong. Tentu kita harus terus mengidentifikasi siapa yang paling lemah di sekitar kita. Inilah prinsip etis keadilan paling mendasar.

Hubungan vertikal manusia dengan Pencipta sebagai hubungan ketaatan sukarela yang berlandaskan kasih, karena Tuhan telah lebih dahulu menciptakan kita dengan kasih. Kasih Tuhan adalah prasyarat yang tersedia, yang memungkinkan tindakan baik manusia dapat dilakukan.

Ekspresi dan perwujudan ketaatan dan kasih Tuhan adalah peduli dan menolong sesama yang paling lemah. Tidak mungkin kesalehan pribadi dipisahkan dari kesalehan sosial.

Ada manusia yang mengidap skizofrenia relijius atau split personality atau double life. Tampak saleh dalam beragama namun abai untuk urusan sosial kemanusiaan. Bisa tampak relijius tapi korup. Lisannya mengutip ayat2 langit namun tindakannya egois dan semena-mena. Kadang manusia terobsesi bisa mendamaikan menyembah “Tuhan dan Mammon” sekaligus.

Dalam manusia yang lemah papa ini, wajah Tuhan nampak secara paripurna. Gloria Dei vivens homo atau lebih tegas: gloria Dei vivens pauper. Cara memuliakan Tuhan adalah dengan mencintai manusia yang paling lemah hina.

John Rawls, filsuf masyur AS, merumuskan imperatif etis yang menantang: adil itu berlaku fair yang ukuran sederhana, yaitu membawa maslahat terbesar bagi yang paling tidak beruntung. Amartya Sen bersama Martha Nussbaum mengelaborasi prinsip etis ini dengan pendekatan kapabilitas. Adil itu berarti kita semakin mengurangi kesenjangan dengan memperlebar akses mereka yang lemah ke hal-hal baik. Akses pada air bersih, sanitasi, pendidikan, dan kesehatan.

Selamat merenungi penziarahan. Menangkap kehendak Tuhan yang bersemayam dalam tiap peristiwa hidup. Memaknai dan menjadikannya titik tolak laku. Kiranya Ia yang senantiasa menawarkan cinta juga menggenapi dengan membersamai setiap upaya dan langkah kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *