Luce Irigaray, seorang filsuf dan feminis, mengangkat tema batasan, anggapan, praktek, maupun teori serta kuasa-kuasa yang berkelindan di seputar cinta. Tema tersebut diangkat persis untuk mendobrak paham lama sekaligus menawarkan horizon baru: bagaimana melalui cinta, visi emansipatoris laki-laki/perempuan dapat diwujudkan.
Tanpa berpretensi memahami dengan baik, uraian dan bangunan pemikiran Irigaray dapat diringkas dalam tesis berikut: Irigaray hendak mengatasi kebuntuan atau aporia dalam filsafat Barat, yaitu langkah mengajukan gagasan alteritas atau tentang “yang lain” sebagaimana sudah dirintis oleh Levinas (meski ditemukan juga dalam model recognition di filsafat Hegel).
Namun, yang dilakukan oleh Irigaray tetaplah belum memadai karena masih berada dalam kerangka sistem patriarkal Barat, sehingga belum memungkinkan diwujudkan kesetaraan posisi sebagai subjek antara laki-laki dan perempuan.
Titik Berangkat
Irigaray merefleksikan konsep subjek dari perspektif feminisme. Ia bertolak dari pemikiran dalam tradisi Marx dan Hegel. Marx dengan jitu mendefinisikan asal muasal eksploitasi manusia atas manusia lainnya sebagai eskploitasi perempuan oleh laki-laki, dan eksploitasi ini diawali dengan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Namun, Marx berhenti sebatas ini dan tidak meneliti lebih jauh. Untuk memahami pendirian Marx dan mengapa ia tidak merefleksikan lebih jauh, Irigaray mengajak kembali kepada Hegel, filsuf Barat pertama yang mengajukan refleksi tentang cinta sebagai kerja.
Irigaray menyoroti teori dan praktek dalam marxisme yang, meski membawa revolusi kultural dan ekonomi secara parsial, tetap tak memuaskan setidaknya dalam tiga hal:
- Pandangannya bahwa bumi adalah sumber daya alam.
- Masalah terkait pembebasan perempuan.
- Krisis kultural yang menyeluruh sejak pemberontakan mahasiswa pada 1968.
Tak jarang, laku politik militannya diwarnai tindakan yang radikal dan represif. Masalahnya bukanlah sekadar mengubah hal-hal dalam horizon yang disebut sebagai “budaya manusia”, melainkan mengubah horizon itu sendiri. Pokok soalnya adalah memahami interpretasi kita akan identitas manusia yang, baik secara teoretis maupun praktis, tidak tepat.
Hegel: Cinta, Laki-Laki, dan Perempuan
Irigaray menganalisis relasi laki-laki dan perempuan. Menurutnya, tiap upaya untuk mempertanyakan tentang ini selalu jatuh dalam kegagalan, sebagaimana juga telah coba digambarkan oleh Hegel.[1] Kegagalan ini, menurut Hegel, terjadi akibat tidak adanya aspek etis dalam relasi itu. [bersambung]
[1] Menurut Irigaray, pemikiran Hegel terutama terdapat di The Phenomenology of Spirit, chapter 6 (bdk. ibid, hlm. 168). Saya banyak merujuk buku Hegel on Ethics and Politics terbitan Cambridge University Press (2004).