TEMPO edisi 8-14 Juni 2020 menurunkan laporan investigasi “Bolong-bolong BPJS”. Kami mengapresiasi upaya investigasi untuk mengoreksi kebijakan dan membuka diskursus agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berbenah dan layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat makin baik. Namun ada hal yang cukup mengganggu, yaitu kesimpulan total perkiraan kerugian Rp 47,59 triliun (halaman 48).
Tanpa penjelasan memadai, kesimpulan ini berpotensi membingkai opini publik yang kurang tepat: BPJS Kesehatan seharusnya menghilangkan penyebab kebocoran dan tidak perlu menaikkan iuran! Di sini Tempo membuat lompatan kesimpulan karena mencampuradukkan potensi kebocoran dengan realisasi, risiko dengan kerugian, inefisiensi dengan fraud.
Persoalan tunggakan macet, inefisiensi biaya, fraud, dan mitigasi risiko jelas tak dapat ditaruh dalam satu keranjang masalah. Misalnya campur aduk konseptual antara kebocoran dan potensi pendapatan yang belum terealisasi. Tunggakan iuran peserta yang secara akuntansi dicatat sebagai piutang tak serta-merta dapat diperlakukan sebagai kerugian. Lalu iuran untuk penerima bantuan iuran yang belum terverifikasi pun tak bisa dianggap sebagai kerugian karena subsidi pemerintah yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan dicatat sebagai pendapatan. Angka Rp 47,59 triliun pun rawan kehilangan kredibilitas dan justru menyusutkan bobot laporan yang cukup mendalam dan komprehensif ini.
Sayang sekali Tempo tidak sempat mewawancarai Kementerian Keuangan, padahal banyak hal yang dapat digali dan dijadikan bahan baku investigasi yang lebih mendalam. Kementerian Keuangan memiliki fungsi merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan di bidang penganggaran, perbendaharaan, pembiayaan, dan penerimaan negara.
Presiden Joko Widodo melalui Menteri Keuangan berkomitmen melakukan reformasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, antara lain dengan audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, agar dapat diidentifikasi akar permasalahan dan dicari solusi terbaik. Temuan dan rekomendasi BPKP ini yang dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan untuk memperbaiki kinerja BPJS Kesehatan, termasuk temuan bahwa nilai fraud tidak lebih dari 1 persen dari total pengeluaran. Dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 adalah pelaksanaan rekomendasi berbagai institusi, antara lain meninjau besaran iuran karena jauh di bawah penghitungan aktuaris, peningkatan kepatuhan pembayaran iuran, dan perbaikan tata kelola sistem layanan.
Pemerintah bersama para pemangku kepentingan berkomitmen terus bekerja keras memperbaiki Sistem Jaminan Sosial Nasional demi pelayanan terbaik bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terima kasih kepada Redaksi Tempo yang telah memuat surat kami di Majalah Tempo terbaru. Semoga bermanfaat sebagai informasi publik yang membantu kritik dan diskursus publik.
https://majalah.tempo.co/read/surat/160676/surat-potensi-kerugian-bpjs-kesehatan?fbclid=IwAR3h0uJj4rs9JdG1HqFdguIRwwDsEjYOJ2rIRSH2kHCndEMMEEN3ZGtfvPg